Membuat desain cafe/resto atau outlet kuliner seringkali dianggap mudah atau lupa diperhatikan, karena beragam alasan. Ada yang merasa bahwa “oh ini udah ada expertnya” kemudian meng-hire profesional seperti kontraktor atau arsitek untuk membuatkan hingga membangunkan cafe/resto atau outlet kuliner kita. Ada juga yang tidak terlalu memperhatikan karena menganggap ga punya skill atau pengetahuan sama sekali di bidang tersebut. Nah apapun kondisinya, sepertinya kita mulai harus lebih memperdulikan, karena seringkali ini adalah sumber dari rugi RATUSAN JUTA hingga MILIARAN, bahkan menjadi salah satu penyebab utama bisnis kuliner kita GAGAL.
Apa bedanya kontraktor dan arsitek? Dalam pemahaman profesional industri, arsitek adalah seseorang atau seringkali tim yang bertugas untuk membuat rancangan desain. Rancangan desain outputnya ada dalam bentuk 3D dan Gambar Kerja. Hati-hati! Jangan suka terpukau dengan gambar 3D yang bagus, karena belum tentu apa yang kita persepsikan terhadap gambar 3D tersebut, belum tentu terealisasi sesuai imajinasi kita, maka kita perlu menanyakan sangat detail dan melihat RAB (Rancangan Anggaran Bangunan dengan material yang detail disertai merk, tipe, dll). Karena contohnya saja… di 3D terlihat seperti kayu, padahal untuk memberi “motif kayu” di jaman sekarang beragam sekali, ada yang kayu asli seperti di hotel mewah dengan harga jutaan per m2, ada veneer kayu premium dengan harga 800 ribu per meter, tapi ada juga lapisan “murah” yang seringkali jika pemasangan tidak rapi bisa menggelembung yang kurang dari 300 ribu per meter. Nah jadi jangan sampai 3D yang bagus sudah memuaskan kita dan tidak dicek lagi sampai detail.
Sedangkan kontraktor biasanya merupakan pihak yang “membangun”, secara nama profesi arsitek dan kontraktor terpisah. Tapi dalam best practices saat ini seringkali menyatu. Jadi arsitek punya layanan hingga pembangunan begitu juga dengan kontraktor punya layanan merancangkan/mendesainkan juga. Pada dasarnya tidak masalah dan sah-sah saja sekaligus seperti itu, yang penting kita sebagai pemilik usaha: men-cek hingga detail dan tau apa yang dirancang, apa yang dibeli dan memastikan hal-hal tersebut sesuai dengan rencana bisnis kita.
Nah minimal sudah terbayang ya apa yang menjadi best practises desain-mendesain industri kuliner saat ini. Selanjutnya perhatikan 5 hal ini jika kita tidak mau ke depannya merugi karena salah langkah dalam mempersiapkan desain resto/cafe/outlet kita!
1.Punya rencana bisnis yang jelas
Memang semua berawal dari sini. Jadi jangan buru-buru hire arsitek, kontraktor atau malah ground breaking ya! Kalo rancangan bisnis aja ga punya. Rencana bisnis yang belum ada atau “ga mantep” ini adalah awal kerugian bisa terjadi.
Mungkin bisa cek artikel Foodizz lainnya atau minimal untuk yang baru mau masuk ke bisnis kuliner harus minimal ikut kelas seperti Membangun Bisnis Kuliner dari Nol supaya tau apa yang perlu dipersiapkan dan “bagaimana cara bisnis kuliner bermain”. Sebagai contoh kita harus membuat terlebih dahulu Feasibility Study, yang di dalamnya terdapat:
Renovasi yang dilakukan untuk mempersiapkan cafe/resto/outlet kita harus memiliki target capex yang sesuai, yang masuk ke dalam rancangan bisnis kita. Kesalahan yang sering terjadi adalah melakukan renovasi tanpa target maksimal budget. Sehingga kerugian yang sering terjadi, setelah “keluar banyak” ternyata potensi sales nya tidak sebesar itu sehingga ternyata “balik modal nya lama sekali” atau tidak masuk akal untuk balik modal misalnya.
Maka perlu sekali untuk mensinkronisasi semuanya hingga kita memiliki maksimal nilai Capex (Capital Expenditure) yang perlu kita berikan ke arsitek/kontraktor nantinya.
Dan jangan lupa capex sendiri tidak hanya berisi nilai “renovasi” saja, karena biasanya kontraktor/arsitek hanya meng-handle area renovasi saja sedangkan biasanya sisanya dibelanjakan langsung oleh owner, hal-hal seperti “kecil” tapi memakan biaya yang besar juga seperti pembelian furniture, equipment, naik daya, perijinan, “menggaji karyawan selagi outlet belum buka”, biaya training dan lainnya. Jadi pastikan kita membuat daftar biaya yang akan keluar sebelum outlet beroperasi dan menghasilkan penjualan. List tersebutlah yang masuk seluruhnya ke dalam “Capital Expenditure”/ Capex atau disebut juga modal awal
2. Pakai material sesuai peruntukannya
Mempelajari material bangunan sama sekali tidak sulit, sama seperti saat usaha kuliner kita perlu tau hal-hal detail lainnya tidak hanya perihal masak memasak, tapi juga keuangan, teknologi, perijinan, dll; maka bidang desain juga menjadi salah satu yang perlu untuk kita ketahui detailnya.
Mengapa kita perlu mempelajarinya juga? Karena seluruh elemen dalam desain sangat berhubungan dengan “operasional sebuah restoran”. Apapun keputusan desain kita sangat sangat menentukan operasional cafe/resto kita nantinya. Maka sangat disarankan bila meng-hire arsitek atau kontraktor, carilah yang sudah memiliki pengalaman di bidang sejenis cukup lama dan memahami operasional restoran. Terkadang sudah demikian pun tidak semuanya cukup detail dan bisa menjawab kebutuhan operasional yang ideal, maka filter terakhirnya adalah kita terlibat detail dalam approval rancangan dan kontrol pembangunannya.
Sebagai contoh kita melihat di pasaran ada keramik bertekstur, kita langsung pikir wah itu pasti anti licin. Ternyata tidak semua keramik bertekstur anti licin, biasanya ada koefisien gesek atau grip yang berbeda-beda, untuk beberapa merek tertentu sudah disertai dan sudah ada informasi rekomendasinya juga apakah untuk outdoor, kamar mandi, atau fungsi biasa. Kemudian licin disebabkan oleh air atau minyak? Seperti contohnya di dapur licinnya karena air atau minyak? maka perlu memastikan material yang dipilih bisa menjawab solusi. Salah satu caranya dengan tes langsung material contoh disiram air, disiram minyak dan melihat hasilnya.
Contoh pemilihan material lainnya juga yang tidak kalah penting adalah apakah material tersebut mudah dibersihkan. Operasional restoran membutuhkan material-material yang tidak mudah rusak dan mudah dibersihkan. Memang tidak selalu, tapi memang seringkali harga yang murah terkorelasi dengan ketahanan material. Contoh: arsitek menyarankan sebuah detail desain yang membuat kita harus menyewa “raging” untuk membersihkan, maka kita perlu tau konsekuensi perlu adanya “biaya” di kemudian hari, apakah sesuai dengan model bisnis kita? Mampukah biaya opex untuk mengakomodirnya di kemudian hari? Misalnya arsitek menyarankan material jok atau sofa yang “menyimpan debu” atau warna terang sehingga cepat kotor, bagaimana cara membersihkannya?
Maka jangan asal oke jika ada rekomendasi desain atau material dari arsitek/kontraktor, maka kita perlu meminta penjelasan dan solusi hingga bisa menjawab bahwa ini akan mudah dibersihkan. Untuk kontraktor khususnya bisa disertai dengan kerjasama yang memasukkan “garansi” atau perbaikan atas pekerjaan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
3. Proyeksikan “desain” kita menjadi “Sales”
Semua hal yang kita tentukan dalam desain akan berpengaruh pada bisnis kita. Dari mulai modal awal, opex yang akan kita keluarkan (butuh berapa SDM, mudah tidaknya membersihkan tempat, dll) hingga potensi sales kita.
Dalam desain, yang paling berpengaruh pada sales adalah:
Maka jangan sampai rancangan tidak terkoneksi dengan hitung-hitungan sales kita, karena hal ini sangat menentukan sales yang bisa didapatkan. Berapa sales yang bisa di create dari jam sekian hingga sekian dan seterusnya, perlu kita pikirkan, detailkan, hitung dan sinkronkan dengan desain yang dibuat.
4. Apakah rancangan sudah menjawab kebutuhan operasional kita?
Posisi dapur, bar, gudang, toilet, mushola, area tempat duduk, parkir, dll semuanya harus menjawab kebutuhan operasional. Jangan sampai rancangan membuat flow operasional tidak efektif, membuat konsumen tidak nyaman atau membuat kita perlu memiliki SDM lebih banyak, yang biasanya jika ini terjadi membuat kita keluar biaya besar dan bisa jadi rugi.
Pikirkan dan buat flow operasional terlebih dahulu, misal dari mana barang datang dari suplier, di simpan di mana. Berapa hari sekali bahan baku dimasukkan ke area produksi. Apakah produksi sekaligus atau bertahap? Di mana saja area penyimpanan diperlukan, apa saja equipment penyimpanan yang diperlukan seperti freezer, chiller, rak, dll. Area produksi terdiri dari equipment apa saja, seperti apa nanti alur produksi di dapur? Sehingga seluruh penempatan dibuat berdasarkan kebutuhan.
Dari mana server akan ambil makanan jadi, bagaimana cara mengantar ke zone customer 1, 2, dan seterusnya. Seluruhnya perlu di pikirkan terlebih dahulu kemudian diberikan ke tim perancang, dan hasil dari rancangan mereka dicek kembali.
5. Furniture jangan asal beli!
Furniture seperti meja & kursi, terutama untuk konsumen seringkali menjadi hal yang tidak diperhatikan, padahal ini bisa menentukan omset lho! Apa saja aktifitas yang akan dilakukan konsumen di tempat kita? Furniture seperti apa yang nyaman untuk melakukan aktifitas tersebut? Karena “makan” di jaman sekarang, tidak hanya sekedar makan. Apakah makan sambil buka laptop? Makan bareng keluarga? Keluarganya kakek nenek atau anak kecil? Makan sambil ngopi? Makan sambil ….
Jangan sampai konsep bisnis kita WFC tapi karena menyerahkan begitu saja ke arsitek/kontraktor kemudian dibelikan meja kursi yang tidak enak untuk laptopan, misal meja nya kerendahan atau lututnya kepentok. Nah… jadi sudah mulai terbayang kan betapa desain/rancangan sangat sangat menentukan potensi omset dan profit bisnis kita termasuk juga potensi kerugiannya kalo nga diperhatikan sejak awal.
So… tips praktisnya banyak lihat-lihat, lakukan benchmarking, pelajari dengan detail, cari vendor yang kredibel dan selalu cek dan pastikan karena ini bisnis kita sendiri! Bukan bisnis vendor kita (SK)
Note.
Buat Sahabat Kuliner yang membutuhkan Mentoring terkait dengan Sales/ Marketing/ Social Media silahkan klik link ini: CS Foodizz: +62-811-2009-7974
Foodizz Academy
www.foodizz.id
Disclaimer:
Diunggah {{ article.formatted_published_at }}